twitter


Sebelum berintraksi dengan pasien ada baiknya kita harus mengetahui prinsip - prinsip dalam berkomunikasi, supaya tujuan yang kita inginkan tercapai terhadap klien kita.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan

Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya

Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat

Tujuan Komunikasi Terapeutik

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

Jenis Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

ü Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

Ø Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.

Ø Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

Ø Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

Ø Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

Ø Waktu dan Relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

Ø Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

Ø Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

v Lengkap

v Ringkas

v Pertimbangan

v Konkrit

v Jelas

v Sopan

v Benar

Fungsi komunikasi tertulis adalah:

* Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan operasi.

* pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.

* Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.

* Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.

* Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat pengangkatan.

Keuntungan Komunikasi tertulis adalah:

* Adanya dokumen tertulis

* Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman

* Dapat meyampaikan ide yang rumit

* Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan

* menyebarkan informasi kepada khalayak ramai

* Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.

* Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

* Untuk penelitian dan bukti di pengadilan

Kerugian Komunikasi tertulis adalah:

* Memakan waktu lama untuk membuatnya

* Memakan biaya yang mahal

* Komunikasi tertulis cenderung lebih formal

* Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran

* Susah untuk mendapatkan umpan balik segera

* Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan

* Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan Si pembaca.

ü Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:

Ø Kinesik

Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.

Ø Proksemik

Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.

Ø Haptik

Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.

Ø Paralinguistik

Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.

Ø Artifak

Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.

Ø Logo dan Warna

Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.

Ø Tampilan Fisik Tubuh

Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).

Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).

Ø Ikhlas (Genuiness)

Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.

Ø Empati (Empathy)

Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.

Ø Hangat (Warmth)

Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

Fase - fase dalam komunikasi terapeutik

Ø Orientasi (Orientation)

Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation.

Ø Kerja (Working)

Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.

Ø Penyelesaian (Termination)

Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 61).

Faktor - faktor penghambat komunikasi

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah

* Perkembangan.

* Persepsi.

* Nilai.

* Latar belakang sosial budaya.

* Emosi.

* Jenis Kelamin.

* Pengetahuan.

* Peran dan hubungan.

* Lingkungan.

* Jarak.

* CitraDiri.

* Kondisi Fisik

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).

2. gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan Penderita support dari orang lain.

3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.

Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :

1. pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.

2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement

3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.

4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.

MANAJEMEN KRISIS

Managemen krisis adalah sebuah situasi kegawat daruratan pada klien penderita gangguan jiwa, rata - rata pasien yang masuk dalam kategori managemen krisis adalah pasien yang mengalami kondisi labil, terjadi pada pasien baru, pasien yang mengalami kekambuhan, pasien dengan regimen terapeutik tidak efektif, pasien amuk, pasien gaduh gelisah, pasien putus obat dan beberapa penyebab lain.

Tanda dan Gejala

1. Pasien Mondar - mandir
2. Tatapan mata tajam
3. Pasien susah tidur
4. Pasien menggangu pasien lain
5. Pasien berteriak - teriak
6. Pasien memukul benda atau tempat tidur
7. Pasien menimbulkan suasana gaduh
8. Pasien menolak instruksi
9. Pasien menyerang pasien lain, menyerang perawat atau tenaga kesehatan yang lain

Sebenarnya ada begitu banyak gejala dari pasien krisis ini tetapi, beberapa hal diatas hanya sebagai representasi dari sebuah situasi krisis pada klien gangguan jiwa.


Peran Perawat dalam situasi krisis

1. Kolaborasi medis pemberian psikofarmaka
2. Melakukan pemberian psikofarmaka sesuai order
3. Melakukan restrain
4. Managemen krisis
5. Pertimbangan melakukan ECT
6. Managemen lingkungan
7. Beri instruksi pada pasien lain terkait kondisi pasien kritis
8. Monitoring kondisi klien

Beberapa pertimbangan dalam melakukan Managemen krisis

1. Keselamatan pasien lain
2. Keselamatan pasien sendiri
3. Keselamatan pasien yang bersangkutan
4. Keselamatan Lingkungan

Managemen krisis dapat terjadi setiap saat dan setiap waktu, sehingga monitoring pada beberapa pasien - pasien tertentu layak menjadi sebuah pertimbangan, sebelum akhirnya timbul korban dari situasi labil pada klien tersebut.

Kesehatan merupakan hal yang paling mendasar untuk menjalankan aktifitas kita sehari-hari. Selain dari kesehatan fisik yang dapat mendukung hampir disetiap aktifitas sehari-hari, ada kesehatan lainnya yang sangat penting untuk dijaga yaitu kesehatan jiwa atau yang lebih dikenal dengan kesehatan psikologis. Kesehatan jiwa sangat perlu diperhatikan karena kesehatan ini bersifat fatal. Kesehatan jiwa bisa saja terganggu dari kejadian yang sering dihadapi sehari-hari seperti halnya stress yang mendalam, tanpa disadari gejala ringan seperti ini sering sekali diabaikan. Peranan pemerintah dalam menangani dan mengatasi gangguan jiwa dapat dicermati dengan berdirinya pusat-pusat rehabilitasi bagi para pasien gangguan jiwa, salah satunya yaitu Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah Provinsi Lampung. Metode pengobatan yang diterapkan di Rumah Sakit Jiwa ini terdiri dari dua macam pengobatan yaitu pengobatan secara medis dan non medis.

Pengobatan secara medis dilakukan guna menjaga kesehatan para pasien secara fisik. Sedangkan pengobatan yang dilakukan dengan cara non-medis ini dilakukan dengan cara pengobatan terapi. Didalam terapi peranan perawat merupakan salah satu faktor penting didalam proses penyembuhan para pasiennya. Hal ini disebabkan oleh faktor komunikasi yang lebih dominan dilakukan oleh para perawat. Kegiatan pengobatan itu dimulai dengan interaksi kepada pasien untuk mencari bantuan psikologis dan perawat menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologis itu untuk membantu pasien dalam meningkatkan kemampuan meningkatkan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan, dan tindakannya. Pesan psikoterapi dari perawatlah yang membawa pengaruh positif berupa ketenangan (bersifat dukungan) untuk kesembuhan pasien gangguan jiwa. Hasil yang ditimbulkan akibat suatu proses yang telah dilakukan oleh perawat diharapkan menimbulkan suatu akibat, efek, atau hasil yang terjadi pada penerima sesuai dengan keinginan sumber atau tujuan dari komunikasi psikoterapi itu sendiri.

Berdasarkan fenomena di atas yang membuat penulis tertarik dan sekaligus juga sebagai tujuan penelitian menggambarkan komunikasi psikoterapi yang dilakukan perawat dalam pengobatan pasien gangguan jiwa yang berada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam studi ini adalah dengan observasi dan wawancara mendalam (Indepth Interview) yang dipandu dengan pedoman wawancara.

Selanjutnya, yang penulis jadikan informan adalah perawat yang berpengalaman dan juga masih aktif, yang berjumlah 5 orang perawat sebagai obyek penelitian dan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, serta menambahkan tenaga medis lain sebagai key person. Kemudian data yang diperoleh penulis analisis melalui proses reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan proses pengobatan pasien gangguan jiwa yang dilakukan perawat dengan komunikasi psikoterapi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung pada dasarnya komunikasi psikoterapi merupakan metode yang paling efektif dalam melaksanakan pengobatan bagi pasien gangguan jiwa. Serta, untuk mendukung proses penyembuhan pasien gangguan jiwa dibutuhkan hubungan kerjasama, pengertian dan saling membutuhkan antara perawat dan pasien gangguan jiwa selama melakukan pengobatan dan rehabilitasi untuk mendukung dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa yang meliputi, perlakuan perawat terhadap pasien gangguan jiwa, bimbingan dan pendekatan terhadap pasien gangguan jiwa, dan evaluasi dari hasil pelaksanaan komunikasi psikoterapi dalam proses pengobatan pasien gangguan jiwa. Selanjutnya, komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh perawat kepada pasien gangguan jiwa juga menggambarkan adanya sikap keterbukaan atau sikap membuka diri. Selain itu, kemampuan ketrampilan kognitif dan keterampilan tindakan sangat diperlukan perawat dalam menyampaikan pesan kesehatan pada saat melaksankan tugas.


Komunikasi Terapeutik Pada Anak
I. Pengertian Komunikasi

Ada beberapa definisi tentang komunikasi :

· Komunikasi adalah pengiriman pesan atau tukar menukar informasi atau ide / gagasan ( Oxford Dictionary ).

· Komunikasi adalah suatu proses ketika informasi disampaikan kepada orang lain melalui symbol, tanda, atau tingkah laku ( Haber, 1987 )

· Komunikasi bisa berbentuk komunikasi verbal, komunikasi nonverbal, dan komunikasi abstrak ( Champbell dan Glasper, 1995 ).

II. Prinsip Komunikasi

· Mempunyai tujuan yang jelas : membantu pasien mencapai kesejahteraan secara mandiri. Maksudnya, dengan komunikasi pasien bisa mengeksplorasi semua perasaannya dengan perawat secara maksimal, sehingga perawat bisa mengetahui permasalahan pasien secara akurat.

· Merupakan tanggung jawab perawat, sehingga dapat tercipta hubungan saling percaya antara perawat, pasien, dan keluarga.

· Merupakan elemen penting dalam praktek keperawatan. Melalui komunikasi yang baik, akan tergali data yang optimal, sehingga pengalaman yang positif juga akan terbentuk.

· Praktek Keperawatan merupakan praktek professional, yang didalamnya ada hubungan antara perawat dan pasien ( keluarga ) yang membina hubungan profesional dengan menggunakan komunikasi terapeutik ( ada tujuan yang jelas ). Sehingga semua tindakan keperawatan perlu komunikasi. Louise K, dan Brenti, ( 1997 ) mengemukakan tentang komunikasi terapeutik sebagai segala bentuk komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan pasien atau menghilangkan distres psikologis. Komunikasi terapeutik ditunjukkan dengan empati, rasa percaya, validasi, dan perhatian.

III. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Ada tiga factor utama yang mempengaruhi proses komunikasi yaitu :

a. Situasi atau suasana

Suasana yang penuh dengan kebisingan akan mempengaruhi baik / tidaknya pesan diterima oleh komunikan, dibandingkan dengan situasi yang tenang atau hening sehingga komunikator dan komunikan dapat saling mengirimkan pesan dengan jelas. Dalam melakukan komunikasi dengan pasien atau keluarga, perawat harus melihat kondisi / keadaan pasien saat itu. Sebaiknya sebelum proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman.

b. Waktu yang tepat

Jika waktunya tidak memungkinkan janganlah memaksakan diri untuk melakukan komunikasi karena akan menimbulkan masalah lain yang lebih parah atau bahkan kita akan mendapat marah dari pasien dan keluarga. Sehingga perawat perlu memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada pasien, misalnya sewaktu kita melakukan anamnesa, pada pasien yang mengantuk atau yang lainnya.

c. Kejelasan pesan

Akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Yakinkan apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana mengkomunikasikannya.

Dengan melihat berbagai uraian diatas, sebenarnya efektif tidaknya suatu komunikasi juga akan dipengaruhi oleh komponen – komponen sbb :

a.Sender / pengirim / sumber pesan / komunikator

b.Message / pesan / informasi

c.Receiver / penerima pesan

d.Channel / media yang digunakan

e.Objective / tujuan

Seorang ahli komunikasi ( Laswell ) menganalisa komunikasi dengan

Who say to whom & how.

Who : Siapa yang mengatakan ( pengirim )

What : Apa yang dikatakan ( pesan )

To Whom : Kepada siapa ( penerima )

How : Bagaimana ( media yang digunakan )

IV. Komunikasi sesuai Tumbuh Kembang Anak

a. Berkomunikasi dengan Bayi

· Belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan kata – kata, sehingga bahasa nonverbal sering digunakan

· Mengungkapkan kebutuhan dengan tingkah laku dan bersuara yang dapat diinterpretasikan oleh orang sekitar

· Untuk bayi yang masih muda ( usia <>

ü Berespon positif terhadap kontak fisik yang lembut

ü Perilaku menggerak – gerakkan tangan, kaki, menendang yang

merupakan rangsangan untuk memperoleh perhatian ( misalnya bayi ingin diberi sentuhan, didekap, digendong, diajak komunikasi

dengan lembut ).

· Untuk bayi yang lebih tua ( usia > 6 bulan )

ü Stranger anxiety atau cemas dengan orang asing yang belum dikenalnya, merupakan ciri perilaku yang sering muncul.

ü Perhatiannya berpusat pada diri dan ibunya

ü Perhatikan saat berkomunikasi dengannya

ü Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya dan atau mainan yang dipegangnya

ü Kerjakan dengan lembut

ü Tanpa gerak isyarat

ü Bayi dalam pengawasan orang tua

ü Berikan obyek yang aman

b. Berkomunikasi dengan Anak Balita

( Batita/usia bermain/toddler & Prasekolah )

ü Komunikasi verbal belum efektif, karena memang belum fasih dalam berbicara.

ü Gunakan kata – kata simple, singkat, yang dikenal oleh anak karena anak hanya dapat menerima informasi secara harfiah.

ü Beri pujian untuk hal – hal yang dicapai

ü Sangat egosentris. Hanya melihat sesuatu berpusat pada dirinya ( komunikasi berpusat pada dirinya ).

ü Sering berperilaku mendorong tangan pemeriksa dan menangis pada saat pemeriksa mendekatinya.

ü Anak belum mampu memahami abstraksi, maka gunakanlah istilah – istilah yang pendek dan konkrit

ü Kenalkan alat –alat yang akan digunakan, termasuk juga dengan cara kerjanya. Akan tetapi untuk memegangkan alat kepada anak perlu diperhatikan lingkungan dan kondisi anak. ( Kalau perlu alat diperkenalkan saja, karena kalau memegang langsung, kemungkinan alat akan dibanting oleh anak. Maka perlu diwaspadai kemungkinan tersebut, hal ini lebih spesifik ke anak usia toddler ).

ü Gunakan obyek yang menyenangkan

ü Lakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarga, kapan tindakan akan dilaksanakan

ü Beri kesempatan untuk memegang alat khususnya untuk anak prasekolah ( dengan melihat keadaan anak, sampai bagaimana alat tersebut akan digunakan ).

ü Beri kesempatan untuk bertanya

c. Berkomunikasi dengan Anak Usia Sekolah

Ø Anak Usia 5 – 8 tahun

· Bila menemui masalah hanya percaya terhadap apa yang mereka lihat dan yang mereka ketahui tanpa memerlukan penjelasan secara mendalam.

· Anak tertarik pada aspek fungsional dari semua prosedur, objek dan aktivitas, mengapa, bagaimana, untuk apa prosedur tersebut dilakukan.

· Melihat hal tersebut, perlu menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan.

· Kalau perlu dengan alat yang ada peragakan cara penggunaannya, serta sebutkan fungsi peralatan yang ada.

· Anak usia tersebut, sangat memperhatikan keutuhan tubuhnya, oleh karena itu mereka peka terhadap sesuatu yang mengancam atau menyakitkan tubuhnya, sehingga beri pendekatan yang positif.

Ø Anak Usia 8 – 12 tahun

· Anak sudah mampu berfikir secara konkrit, sehingga komunikasi lebih mudah dilakukan, misalnya dengan memberi contoh melakukan injeksi pada boneka.

· Hubungan dengan petugas biasanya terjalin baik, sehingga pengalaman masa lalu bisa diandalkan

· Berdekatan dengan perawat akan lebih tenang karena sudah mengenal dengan baik.

d. Berkomunikasi dengan Anak Usia Remaja


Daftar Pustaka

A.Aziz Alimul Hidayat,Pengantar Ilmu Keperawatan Anak !,Salemba Medika,2008

Behrman,kleigman,Jenson,Nelson Texbook of Pediatrics 17th Edition,Saunders,2000

www.brighthub.com/education
http://www.childdevelopmentinfo.com/parenting/communication.shtml


Komunikasi terapeutik pada anak autis
Di Indonesia menurut data yang ada terdapat kecenderungan autisme ini meningkat, merujuk pada prevalensi di dunia, saat ini terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15%-0,20%. Jika kelahiran di Indonesia enam juta per tahun maka jumlah penyandang autis di Indonesia bertambah 0,15% atau sekitar 6900 anak pertahun dengan perbandingan anak laki-laki tiga sampai empat lebih banyak dari anak perempuan.
Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat di terapi (treatable). Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat diperbaiki, namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin. Sehingga anak tersebut bisa berbaur dengan anak lain secara normal. Secara umum anak-anak dengan gangguan perkembangan ini minimal memerlukan terapi intesif awal selama 2 tahun. Dengan merujuk pada data maka akan ada 1000 anak setiap tahun yang tidak dapat mengikuti terapi tersebut.
Tujuh puluh lima persen anak autis yang tidak tertangani akhirnya menjadi tuna grahita.3 Salah satu metode yang sering digunakan karena terbukti efektif adalah terapi metoda Lovaas, yaitu terapi yang dikembangkan dari terapi applied behaviour application (ABA). Di dalam terapi Lovaas salah satu pelatihannya adalah pelatihan komunikasi melalui gambar-gambar, tujuannya selain untuk melatih daya ingat juga untuk mengenal benda-benda sekitar. Ini dikarenakan anak autis secara umum memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual. Mereka lebih mudah untuk mengingat dan belajar, bila diperlihatkan gambar atau tulisan dari benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsep-konsep abstrak. Dengan melihat gambar atau tulisan, anak autis akan membentuk gambaran mental atau mental image yang jelas dan relatif permanen dalam benaknya.
Bila materi tersebut hanya diucapkan saja mereka akan mudah melupakannya karena daya ingat mereka amat terbatas. Karena itu dalam melakukan terapi digunakan sebanyak mungkin kartu-kartu bergambar dan alat bantu visual lain untuk membantu mereka mengingat, hal ini juga berlaku untuk anak autis yang hanya mengalami gangguan di bidang verbal.4
Untuk melatih penderita agar bisa berkomunikasi, kita harus menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi mereka. Orang tua dan pendidik bisa menggunakan ekspresi wajah, gerak isyarat, mengubah nada suara, menunjuk gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi dan menggunakan simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak hanya digunakan secara tersendiri, tetapi juga dapat digabungkan sehingga membentuk pesan yang lebih kuat.
Masalah yang timbul adalah di Indonesia belum ada alat yang secara terintegrasi dengan unsur-unsur tersebut diatas. Yang ada adalah alat-alat yang harus didatangkan dari luar negeri atau dibuat sendiri, ini jelas tidak praktis. Melihat dengan meningkatnya jumlah penderita autis, maka dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengintegrasikan unsur-unsur visual dan audio yang dapat berinteraksi untuk menunjang pelatihan komunikasi pada anak autis.
Sebagai pemecahan teknologi multimedia yang mengemas dan mampu mengintegrasikan unsur visual dan audio secara interaktif untuk mendidik anak autis, karena CD-ROM yang merupakan bagian dari teknologi itu mampu menampung data yang setara dengan 11.000 tumpukan kertas ukuran A4, bahkan lebih dengan menggunakan teknik kompresi data.
4 Arh,“Meningkatkan komunikasi pada anak autis”, artikel pada harian Kompas (21-04- 2002): 21 3
Selain itu dengan aplikasi multimedia interaktif ini dimungkinkan pemilihan materi yang hendak dipelajari secara bebas, misalnya pada hari ini pengenalan warna yang akan dipelajari, esok hari mungkin pengenalan huruf, atau kombinasi keduanya dalam satu hari, tergantung dari minat anak tersebut, dan ini semua dikemas dalam sebuah CD-ROM. Dengan menggunakan printer, kartu bergambar obyek dapat dicetak sehingga dapat digunakan tiap waktu, anak autis dalam metoda tatalaksana membutuhkan suasana belajar yang kontinyu, sehingga ia menjadi terlatih.
Tetapi dengan dengan begitu banyak fitur aplikasi multimedia interaktif ini tidak ditujukan untuk menjadi one stop solution, karena dalam pelatihan anak autis tetap diperlukan media lain, aplikasi multimedia interaktif ini membatasi diri hanya untuk menjadi pelengkap.
Dalam aplikasi multimedia interaktif ini terdapat isi atau content yang akan dikomunikasikan kepada anak autis berupa pembelajaran pengenalan obyek sehari-hari. Dalam aplikasi multimedia interaktif wahana yang menjembatani agar isi atau content ini dapat tersampaikan adalah graphical user interface atau antar muka grafis.
Graphical user interface (GUI) adalah sarana untuk berinteraksi dengan isi atau content yang hendak disampaikan, bila desain GUI tidak dapat dimengerti sudah dapat dipastikan aplikasi tersebut menjadi mubazir karena isi atau content tidak dapat dimengerti oleh komunikan.
Pada anak autis, dengan mengikuti aturan yang telah menjadi standar di dunia maka GUI akan dibuat sesederhana mungkin dengan tidak mengabaikan unsur komunikasinya sehingga isi atau content dapat disampaikan dengan baik kepada penderita.

Daftar Pustaka
1. Apple Corp. Inside Mac OS X :Aqua Human Interface Guidelines, (Apple Computer, Inc. : California) 2001
2. Arn. “Polusi sebabkan autisma.” Harian Kompas, 26-09-2000
3. Arh.“Meningkatkan komunikasi pada anak autis.”, Harian Kompas 21-04- 2002
4. Aries Arditi, Making Text Legible: Designing for People with Partial Sight, 23-04-2002 terdapat di situs http://www.lighthouse.org
5. Fred T. Hofstetter, Multimedia Literacy (New York, McGraw-Hill Irwin) 2001.
6. Jalaludin Rakhmad. Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya 1992


Komunikasi terapeutik pada anak ADHD

Apakah ADHD itu?
ADHD adalah kependekan dari attention deficit hyperactivity disoerder, ( Attention = perhatian, Deficit = berkurang, hyperactivity = hiperaktif, dan disorder = gangguan ). Atau gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif.
Secara umum menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan simtom-simtom kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsive yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Bagaimana cara berkomunikasi dengan anak ADHD?
Hubungan efektif dan proaktif antara orang tua dan sekolah adalah vital bagi keberhasilan menyeluruh dalam menghadapi siswa ADHD.
Umumnya, orang tua mencoba untuk bertindak demi kepentingan anak sepanjang waktu. Tindakan mereka biasanya berdasarkan informasi yang dapat mereka peroleh pada waktu itu. Jika ternyata ada kontradiksi antara apa yang disebut nasihat professional dan atas apa yang orang tua lakukan, biasanya ada alasan kuat untuk ini. Orang tua harus menemukan cara mereka sendiri dalam menerima mereka dan menghadapi masalah lingkungan mereka sendiri.
Merupakan hal yang biasa, bahwa orang tua dari anak ADHD mengalami konflik antara yang satu dan yang lainnya. Misalnya, si Bapak menyalahkan si ibu karena tidak mengawasi si anak. Si ibu menjelaskan, bahwa segala yang di usahakannya tidak berhasil. Sementara si bapak, meskipun ada potensiuntuk membantu situasi tersebut, namun dapat member reaksi dengan cara tidak membantu, seperti menghindari pulang ke rumah sampai si anak tidur atau memihak si anak melawan ibunya.
Beberapa cara membantu orang tua adalah mencoba menempatkan mereka ke dalam cara pandang depan yang meskipun menjengkelkan, namun tidak mengancam jiwa, serta mendorong mereka agar proaktif dan tidak reaktif. Nasihat tau saran yang paling penting adalah agar mereka memiliki kesabaran luar biasa.
Kontak telepon, saling berkirim sms, atau mengirim faks, rapat orang tua dengan guru secara periodic, dan penyediaan buku penghubung sehari-hari,semuanya merupakan sarana untuk membantu mencegah terjadinya kesalapahaman antara orang tua dan sekolah. Komunikasi yang baik akan menjamin setiap manipulasi dari situasi anak khusus dapat di hindari dengan kontak yang erat dan proaktif.
Dua pertimbangan yang harus di ingat setiap saat adalah
1. Anak ADHD dapat merasakan banyak tekanan atas hubungan keluarga, khususnya anak yang menralami Oppositional Depiant Disorder ( ODD ).
2. Dalam situasi yang selalu sulit, kemungkinan ADHD dan ODD, juga orangtua yang tidak di akui harus dipertimbangkan.

Ada banyakprogaram yang bagus di rancang untuk membantu orang tua mengenali masalah antara yang satu dan yang lainnya. Dalam hal ini, hubungan mereka dengan si anak dan anggota keluarga lainnya. Teknik penanganan/pengurusan rumah dapat di ajarkan melalui permainan peran dan sampai batas tertentu dengan terapi kelompok. Keberhasilan program-program ini sebagian besar bergantung pada mutu konsultan dan keterbukaan semua pihak untuk nasihat yang objektif.
Mutu terbaik yang di miliki searang konsultan adalah bersikap tidak membingungkan dan tidak rumit. Mereka perlu mengarahkan pada satu atau dua masalah khusus dan mengembangkan strategi untuk membantu orang tua menolong diri mereka sendiri di kemudian hari.

Beberapa unsure penting pelatihan orang tua adalah
- Pendidikan keluarga mengenai ADHD
- Keterampilan memecahkan masalah
- Memperbaiki pengawasan orang tua
- Mengurangi ketegangan
- Meningkatkan pengaruh medikasi
- Keterampilan berkomunikasi
- Reframing atau restrukturisasi
- Psikoterapi individual
Sumber:
Judul Buku anak ADHD, karangan:
1. Drs. MIF. Baihaqi, Msi.
2. Drs. M. Sugiarmin, Mpd.


Pengkajian akan lebih mudah bagi anak, orangtua dan pemeriksa jika sudah di jalin hubungan yang lebih awal. Hubungan itu mungkin tidak menghilangkan senua ketakutan atau ketidaknyamanananak, namun membangun hubungan saling percaya dan komunikasi dapat membantu membuat membuat pengkajian menjadi sebuah pengalaman yang lebih positif.
Pedoman untuk berkomunikasi dengan anak
- Tanya orang tua bagaimana anak biasanya mengatasi situasi-situasi baru atau situasi yang penuh tekanan. Mengetahui bagaimana anak bereaksi memungkinkan perawat untuk merencanakan intervensi-intervensi khusus untuk mempermudah komunikasi.
- Tanya orang tua apakah mereka telah mengatakan kepada anak bahwa mereka akan pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan. Persiapan yang diterima anak, khususnya anak laki-laki, seringkali tidak adekuat atau tidak cocok. Sehingga, di perlukan banyak waktu untuk menyiapkan anak sebelum memulai beberapa aspek pengkajian kesehatan yang membutuhkan partisipasi aktif.
- Amati tingkah laku anak terhadap tanda-tanda kesiapan. Seorang anak yang siap untuk berpartisipasi dalam pengkajian akan bertanya, melakukan kontak mata, menceritakan pengalaman-pengalaman masa lalu, memegang peralatan, atau memisah dari orang tua.
- Pertimbangkan tingkat perkembangan dan rentang perhatian anak dan gunakan pendekatan imajinatif saat merencanakan pemeriksaan.
- Jika seorang anak sulit menerima pengkajian:
Berbicara dengan orang tua dan biarkan anak
Puji anak
Bermain ( seperti main ciluk-ba ) atau becerita.
Gunakan bentuk bahasa orang ketiga:’’kadang-kadang seorang anak lelaki dapat benar-
benar takut ketika tekanan darahnya diukur’’.
- Dorong anak untuk bertanya selama pengkajian, tetapi jangan menekan anak untuk bertanya. Hal ini memungkinkan anak untuk lebih mengontrol situasi.
- Jelaskan proses pengkajian dalam batasan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
- Gunakan istilah-istilah yang konkrit daripada informasi teknis, khususnya anak yang lebih muda: ‘’saya dapat mendengar kamu menarik dan mengeluarkan nafas’’, bukan’’saya sedang mengauskultasi dadamu’’.
- Berikan sedikit informasi dalam suatu waktu. Petunjuk praktis adalah tidak lebihdari 3 bahasan yang harus di berikan dalam sekali waktu.
- Buatlah harapan-harapan yang diketahui dengan jelas dan sederhana: ‘’saya ingin kamu diam’’.
- Jangan menawarkan pilihan jika memang tidak ada
- Berikan pujian yang jujur.’’saya tahu kamu sakit. Kamu masih memegang perutmu’’.
Pengalaman positif membantu untuk membangun kemampuan koping dan harga diri.


Berkomunikasi dengan bayi

Bayi ( 1 – 18 bulan ) terutama berkomunikasi melalui bahasa nonverbal dan menangis dan berespons terhadap tingkah laku komunikasi nonverbal orang dewasa, seperti menggendong, mengayun dan menepuk. Adalah bermanfaat untuk mengamati interpretasi orangtua tatu orang lain terhadap isyarat nonverbal bayi dan komunikasi nonverbal orangtua. Bayi mudah berespon sangat baik terhadap kontak fisik yang lembut dengan orang dewasa, tetapi bayi yang lebih tua seringkali takut terhadap orang dewasa daripada orangua mereka. Sebisa mungkin lakukan pengkajian dengan cara yang memungkinkan bayi dalam pengalawasan orang tua atau di gendong oleh orangtuanya. Bayi harus diberikan objek-objek yang aman seperti selimut dan dot, jika mereka mempunyai objek tersebut.

Berkomunikasi dengan anak usia bermain.

Anak usia bermain (18 bulan – 3 tahun ) belum mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi secara verbal dengan efektif. Komunikasi mereka kaya dengan ungkapan dan isyarat nonverbal dan komunikasi verbal yang sederhana. Mendorong tangan pemeriksa dan menangis merupakan ungkapan perasaan takut, cemas, atau kurang pengetahuan.
Dalam berkomunikasi dengan anak usia bermain, perawat perlu menggunakan istilah-istilah yang pendek dan konkrit. Boneka bisa membantu penjelasan. Anak seusia ini menghubungkan hal yang magis pada objek-objek yang tidak bernyawa. Penggunaan objek-objek yang menyenangkan harus dilakukan selama pengkajian.

sumber:
Buku karangan Joice Angel Edisi 2


1. PENDAHULUAN

Komunikasi pada anak usia sekolah merupakan suatu proses penyampaian dan transfer informasi yang melibatkan anak usia sekolah, baik sebagai pengirim pesan maupun penerima pesan.Dalam proses ini melibatkan usaha-usaha untuk mengelompokkan, memilih dan mengirimkan lambang- lambang sedemikian rupa yang dapat membantu seorang pendengar atau penerima berita mengamati dan menyusun kembali dalam pikirannya arti dan makna yang terkandung dalam pikiran komunikator.
Pada anak usia sekolah, komunikasi yang terjadi mempunyai perbedaan bila dibandingkan dengan yang terjadi pada usia bayi, balita,remaja, maupun orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh karakteristikkhusus yang dimiliki anak tersebut sesuai dengan usia dan perkembangannya .
Komunikasi pada anak usia sekolah sangat penting karena pada proses tersebutmereka dapat saling mengekspresikan perasaan dan pikiran, sehingga dapat diketahui oleh orang lain. Disamping itu dengan berkomunikasi anak - anak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya .
Pada anak -anak yang dirawat dirumah sakit karena banyaknya permasalahan yang dialaminya baik yang berhubungan dengan sakitnya maupun karena ketakutan dan kecemasannya terhadap situasi maupun prosedur tindakan , sering komunikasi menjadi terganggu. Anak menjadi lebih pendiam ataupun tidak berkomunikasi. Keadaan ini apabila dibiarkan akan dapat memberikan efek yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan disamping proses penyembuhan penyakitnya .
Perawat yang mempunyai banyak waktu dengan pasien , diharapkan dapat memulai menciptakan komunikasi yang efektif. Keterlibatan perawat dalam berkomunikasi sangat penting karena dengan demikian perawat mendapat informasi dan dapat membina rasa percaya anak pada perawat serta membantu anak agar dapat mengekspresikan perasaannya sehingga dapat dicari solusinya.
Sehubungan dengan itu perawat dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi dalam memberikan askep pada anak usia sekolah, menguasai teknik-teknik komunikasi yang cocok bagi anak usia sekolah sesuai dengan perkembangannya .

2. TINJAUAN TEORI
2.1 Tumbuh kembang Anak
Menurut Jean Peuget, anak pada usia 7-11 tahun merupakan tahap konkrit operasional. Pada fase ini anak sudah mulai berpikir lebih logis dan terarah,dapat memilih , menggolongkan , mengorganisasikan fakta, disamping itu mampu berpikir dari sudut pandang orang lain. Pada fase ini pula anak dapat mengetahui konsep guru, tetapi belum dapat berpikir hal - hal yang abstrak. Anak telah dapat mengatasi persoalan dengan konkrit dan sistematis menurut persepsinya .

Sedangkan menurut Erickson, usia 6-12 tahun adalah tahap industri Vs. inferiority. Anak siap menjadi pekerja dan ingin dilibatkan dalam aktifitas , bila diberi tugas akan dikerjakan sampai selesai. Sudah ingin menghasilkan sesuatu , mulai belajar aturan - aturan dan kompetisi melalui proses pendidikan belajar dan berhubungan dengan orang lain. Jika harapan anak terlalu tinggi dan tidak mampu memenuhi standart maka anak menjadi inferiority, kurang percaya diri , gangguan prestasi dan takut kompetisi.

2.2 Komunikasi
2.2.1 Pengertian Komunikasi
1) Pengertian komunikasi yaitu :
• Menurut Harold Koont dan Cyril O'Donell :
Komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang ke orang lain terlepas percaya atau tidak . Tetapi informasi yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh penerima .
• Menurut William Ablig :
Komunikasi adalah proses pengoperan lambang- lambang yang mengandung pengertian antara individu- individu.
• Menurut Dale Yoder :
Kata communications berasal dari sumber yang sama , seperti kata common yang artinya bersama , bersama-sama dalam membagi ide,apabila seseorang berbicara, orang yang lain mendengarkan .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah :
- komunikasi dilakukan dua orang atau lebih
- komunikasi merupakan pembagian ide, pikiran, fakta , pendapat.
- Komunikasi melalui lambang-lambang yang harus dimengerti oleh pelaku komunikasi
2) Komunikasi terapeutik adalah :
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
3) Komunikasi terapeutik pada anak usia sekolah adalah:
Komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien (anak usia sekolah ), yang direncanakan secara sadar , bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien .
2.2.2 Kegunaan komunikasi terapeutik:
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien.
2.2.3 Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
1) Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal- hal yang diperlukan .
2) Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektifdan mempertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
2.2.4 Unsur-unsur komunikasi terapeutik
1) Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan
2) Pesan-pesan yang disampaikan berupa bahasa verbal dan non verbal
3) Penerima pesan membalas pesan yang disampaikan oleh sumber sehingga dapat dimengerti atau tidak suatu pesan
4) Lingkungan pada waktu komunikasi berlangsung meliputi saluran penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan
2.2.5 Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers:
1) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut
2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan menghargai
3) Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien
4) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental
5) Perawat harus menciptakansuasana yang memungkinkan klien bebas berkembang tanpa rasa takut
6) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah - masalah yang dihadapi
7) Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan ,maupun frustasi
8) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya
9) Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik
10) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi terapeutik.
11) Mampu berperan sebagai role model.
12) Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.
13) Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14) Berpegang pada etika.
15) Bertanggungjawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain.
2.2.6 Teknik -teknik komunikasi terapeutik :
1) Mendegar
Merupakan dasar utama dalam berkomunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2) Pertanyaan terbuka
Membneri kesempatan untuk memilih, contoh : "Apakah yang sedang saudara pikirkan ?", " Apa yang akan kita bicarakan hari ini ?" Beri dorongan dengan cara mengatakan : " Saya mengerti…. atau o - o - o.
3) Mengulang
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien , gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien .
4) Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu , tidak jelas, tidak mendengar, atau klien malu mengemukakan informasi , informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh : "Dapatkah anda jelaskan kembali tentang ….", gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, persepsi, dan perasaan perawat dan klien .
5) Refleksi
(1) Refleksi isi : memvalidasi apa yang di dengar, klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
(2) Refleksi perasaan : memberi respon pada perasaan klien
terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima ide dan perasaannya.
Keuntungan :
 Mengetahui dan menerima ide dan perasaan
 Mengoreksi
 Memberi keterangan lebih jelas
Kerugian :
 Mengulang terlalu sering hal yang sama
 Dapat menimbulkan marah dan frustasi
6) Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting menjaga pembicaraan tetap pada tujuan , yaitu lebih spesifik,jelas, dan berfokus pada realitas .
Contoh :
- Klien : " Wanita sering jadi bulan - bulanan ".
- Perawat : " Coba ceritakan bagaimana perasaan anda
sebagai wanita ".
7) Membagi persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan . Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi .
Contoh : " Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah pada saya ".
8) Identifikasi " tema"
Latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan . Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting , misalnya : " Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan , anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya ?"
9) Diam (silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan . Tujuannya memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri , teknik diam berarti perawat menerima klien.
10) Informing
Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.
11) Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada awal hubungan.

2.2.7 Hambatan komunikasi
1) Faktor yang bersifat teknis yaitu kurangnya penguasaan teknik berkomunikasi .
Teknik komunikasi mencakup unsur - unsur yang ada dalam komunikator dalam mengungkapkan pesan, menyandi lambang - lambang , kejelian dalam memilih saluran , dan metode penyampaian pesan.
2) Faktor yang sifatnya perilaku
Bentuk dari perilaku yang dimaksud adalah perilaku komunikasi yang bersifat :
a. Pandangan bersifat apriori
b. Prasangka yang didasarkan atas emosi
c. Suasana yang otoriter
d. Ketidakmampuan untuk berubah walaupun salah
e. Sifat yang egosentris
3) Faktor yang bersifat situasional
Kondisi dan situasi yang menghambat komunikasi ,misalnya : situasi ekonomi, sosial, politik,dan keamanan.

2.3 Model - model Komuniasi
2.3.1 Shannon - Weaver Model
Dalam model Shannon, komunikasi dipresentasikan sebagai suatu sistem , dimana memilih sumber informasi yang diformulasi ke dalam suatu pesan . Pesan kemudian ditransmisikan dengan signal melalui chanel ke receiver . Penerima / receiver menginterpretasikan pesan dan mengirimkan ke tujuan . Bentuk unik dari konsep ini adalah adanya noise/ gangguan .Noise adalah faktor-faktor yang mempengaruhi atau mengganggu transfer pesan dari sumber ke tujuan yang akan dicapai. Dalam model komunikasi manusia, noise dapat berupa distorsi persepsi misalnya : interpretasi psikologis ,suara yang tidak terdengar.

Salah satu kekuatan / keunggulan dari model ini adalah kesamaan jalur dalam pengiriman komunikasi yaitu dari sumber ke penerima. Kekurangannya adalah tidak menunjukkan hubungan transaksi antara sumber dan receiver. Model ini sifatnya linear yang berarti jalurnya satu arah. Model ini dibatasi oleh omitting komponen feed back dan tidak secara jelas mengilustrasikan fungsi proses.

Jika diaplikasikan ke lingkungan perawatan kesehatan, kita tidak bisa melihat faktor yang mempengaruhi. Komunikasi klien seperti sikap dan latarbelakang. Model ini dapat menerangkan bagaimana pengalaman pendidikan berpengaruh terhadap komunikasi antar profesional ( sebagai contoh komunikasi antara lulusan ners baru dan ners yang berpengalaman ), tetapi tidak bisa diketahui bagaimana umpan balik mempengaruhi dialog antar profesional - profesional selanjutnya.

2.3.2 Leary Model
Dalam komunikasi transaksional dan model multidimensional, menguatkan aspek interaksional dalm komunikasi. Dimana komunikasi manusia adalah proses dua orang dimana satu dan lainnya saling dipengaruhi dan mempengaruhi. Leary mengembangkan teori ini dari hasil pengalamannya sebagai terapis pada pasien psikoterapi.

Tingkah laku Leary berbeda saat menghadapi tiap pasien dan Leary menemukan bahwa pasien juga terpengaruh tingkah laku Leary. Leary menyimpulkan bahwa tingkah laku orang merupakan respon dari tingkah laku yang kita tampilkan ,misalnya bila kita bertingkah dominan maka kita kondisikan orang lain bertingkah submisive.

Dalam perspektif Leary, setiap pesan komunikasi dapat dilihat melalui dua dimensi : Dominan - Submision dan Hate - Love. Ada dua aturan yang mengatur fungsi dimensi ini dalam interaksi manusia .
Aturan pertama : Tingkah laku komunikatif dominan atau submisive biasanya menstimuli tingkah laku sebaliknya pada orang lain; berlaku autokratik (dominan) biasanya akan menstimuli orang lain untuk berlaku submisive dan sebaliknya.
Aturan kedua : Tingkah laku membenci / mencintai biasanya akan menstimuli tingkah laku yang sama dari orang lain , artinya dengan bertingkah laku yang baik pada orang lain , orang lain akan berlaku baik juga dan sebaliknya.

Leary menyatakan bahwa aturan - aturan ini berlaku secara reflek, respon kita terhadap perilaku orang lain secara involuntary dan immediate sehingga komunikasi kita otomatis akan distimulasi oleh reaksi dominan - submisive atau hate - love dari yang lain.

Dominan

Hate Love

Submisive

Model Leary dapat secara langsung diterapkan dalam komunikasi dipelayanan kesehatan. Selama beberapa tahun , pasien yang datang dengan kondisi akut sering diasumsikan / ditempatkan dalam peran submisive sedangkan tenaga profesional dalam peran dominan. Trend sekarang dimana konsumen memegang peranan , perlu adanya balancing antara profesional dan pasien. Pasien menjadi lebih asertive dan penyedia jasa pelayanan harus mengevaluasi kembali otoritas dan kontrol mereka. Kekuatan / keunggulan model Leary adalah adanya transaksional dimana dia mendeskripsikan power dan issue-issue affiliasi dalam interaksi manusia. Jika kita benar-benar ingin mengerti komunikasi kita dengan orang lain, kita perlu melihat kualitas dari dua individu yang berinteraksi.

2.3.3 Selected Health - Related Model
Pada model-model yang terseleksi ini , tidak berfokus pada komponen - komponen yang ada dalam komunikasi, tetapi pada pencapaian tujuan utama yaitu kesehatan maksimal, model yang terseleksi ini ada 3 yaitu, : model terapeutik, model keyakinan kesehatan , dan model interaksi King. Selain tiga model ini sebetulnya masih banyak model lain yang bisa digunakan dalam pelayanan kesehatan seperti model Orem, Rogers / roy, namun 3 model ini dipilih karena tiap model menekankan perbedaan fokus dalam pelayanan kesehatan dan tiap model mempunyai hubungan langsung dalam komunikasi manusia

1) Model Terapeutik
Model terapeutik menekankan pentingnya peran hubungan dalam membantu klien dan pasien menempatkan diri dalam situasinya dan berusaha untuk tetap sehat dan menjauhi sakit. Bila digunakan oleh profesional kesehatan komunikasi terapeutik dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membantu individu mengatasi stress, menghadapi masalah psikologis dan bagaimana berhubungan dengan orang lain secara efektif.

Meskipun banyak model- model yang dikembangkan untuk mendeskripsikan teori psikoterapeutik, tidak semua model tersebut cocok dalam interaksi yang berhubungan dengan kesehatan. Salah satu model yang cocok adalah model Rogerian,Carl Rogers (1951) yakin bahwa jika seorang terapis berkomunikasi secara jujur dan mengerti klien , akan membantu klien dalam mengatasi situasi yang dialami. Model Roger ini berfokus pada klien " client centered" karena fokus interaksi ada pada klien. Dalam model ini penolong berkomunikasi dengan empati, positif regard , dan congruence .(Figur 1-7 )

Menurut Roger, empati adalah proses komunikasi untuk mengerti / memahami perasaan klien. Positif regard adalah proses komunikasi untuk mendukung / support klien selama perawatan , tidak memvonis / non jugdment dan tidak mengancam. Sedangkan congruence merupakan pengekspresian perasaan dan pikiran penolong kepada klien secara jujur.

Dalam lingkungan pelayanan kesehatan , model terapeutik dapat secara langsung diterapkan dalam komunikasi profesional - klien . Model Rogerian mendeskripsikan bagaimana para profesional kesehatan harus berkomunikasi dengan klien jika mereka memilih klien sebagai fokus. Dengan adanya empati ,positive regard, dan congruence , klien merasa mengerti dan lebih mampu mengatasi sakitnya .



2) Model Keyakinan Kesehatan
Model keyakinan kesehatan diformulasikan oleh Rosenstock dan koleganya (1966,1974 ). Pada model ini ditekankan pada persepsi klien. Model ini didesign untuk menjelaskan tindakan preventif kesehatan individu. Sejak dikembangkan model ini , dapat diketahui pengaruh teori sosial -psikological dalam usaha individu mencari kesehatannya dan menghindari sakit.

Model keyakinan kesehatan terdiri dari tiga elemen mayor:
(1) Persepsi individual tentang penerimaan tingkat keparahan penyakit.
(2) Persepsi individual tentang keuntungan dan hambatan dalam mengambil tindakan untuk mencegah sakit.
(3) Petunjuk -petunjuk yang tersedia untuk individu yang dapat menstimulasi individu untuk melakukan aktifitas pencegahan. (Becker & Maiman , 1975)

Contoh dibawah ini mungkin membantu untuk mengklarifikasi bagaimana model ini digunakan dalam riset komunikasi kesehatan. Peneliti tertarik untuk mengetahui apakah mahasiswa menggunakan kondom pada saat intercourse sebagai tindakan preventif kesehatan.

Penelitian diatas diatas memberikan konseptual frame work untuk masalah di atas. Tingkah laku para mahasiswa akan dipengaruhi oleh tingkat pemahaman AIDS sebagai ancaman dimana hal ini juga dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,etnik, variable sosial dan psikological.Selain ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kampanye mass media , artikel majalah,atau dari orang-orang yang mengetahui tentang AIDS . Mereka akan memilih sex yang aman dengan menggunakan kondom setelah mengetahui keuntungannya lebih besar daripada hambatannya.

Meskipun banyak aspek yang terlibat dalam model komunikasi ini , ada dua aspek fokus yaitu adanya elemen -elemen petunjuk meliputi kampanye mass media, saran dari orang lain yang mengerti, artikel koran,dan pesan-pesan yang berhubungan dengan variable-variable. Komunikasi menjadi penting jika individu tersebut menerima petunjuk-petunjuk yang dapat memotivasi mereka untuk tindakan kesehatan, contohnya artikel majalah yang menjelaskan hubungan kanker dan merokok akan mempengaruhi individu untuk berhenti merokok. Elemen kedua adalah berhubungan dengan faktor -faktor modifikasi yang mencakup variable sosial - psikological, contohnya pasien yang mengalami kegagalan dalam mengekspresikan pikirannya karena pola komunikasi yang ada di profesional kesehatan dideskripsikan seperti formal, penolakan / kontroling,para profesional secara kuat tidak setuju dengan pasien , dalam interview tidak menggunakan feed back sehingga akan mempengaruhi perilaku kesehatan klien.

Model ini juga mempunyai kelemahan dan kelebihan . Sisi positifnya, model ini mengilustrasikan pentingnya penggunaan dan pengaruh mass media pada perilaku sehat, model ini berfokus pada persepsi dan keyakinan klien yang dapat mempengaruhi perilaku- perilaku yang diadopsi. Sisi negatifnya, model ini banyak menempatkan keyakinan konseptual dan abstrak. Model ini menekankan persepsi klien dalam tindakan preventif perawatan daripada interaksi transaksional profesional - klien dalam meningkatkan perawatan kesehatan .

3) Model Interaksi King
King's (1971,1981) mengembangkan frame work untuk keperawatan yang menekankan pentingnya proses komunikasi antara ners dan klien .King menggunakan sistem perspektif untuk menggambarkan bagaimana profesional kesehatan (ners) membantu klien untuk mempertahankan kesehatan. King menunjukkan konseptual frame work yang menekankan interrelation antara personel , interpersonel,dan sistem sosial dimana sistem interpersonal adalah penekanan specifik.

Paradigma King mendiskusikan peran sistem interpersonal dalam perawatan kesehatan. Dalam model ini , selama interaksi antara ners - pasien , secara simultan membuat judgment tentang keadaan mereka dan satu dengan yang lainnya berdasarkan persepsi mereka tentang situasi tersebut. Adanya judgment akan berdampak aksi verbal dan nonverbal yang dapat menstimulasi reaksi ners dan klien . Pada point ini ,persepsi baru terbentuk dan proses terulang lagi. Interaksi adalah proses dinamis yang mencakup interplayresi prokal yang terbentuk antara ners dan klien dimana secara bersama-sama menentukan tujuan bersama.

Model King ini mempunyai dimensi penting yaitu relationship,proses,dan trasaksi . Adanya feed back juga mengidentifikasi pentingnya arti berbagi / sharing antara ners dan klien. Dalam model ini tidak ditunjukkan bagaimana hubungan interpersonal dipengaruhi oleh faktor - faktor situasional atau hubungan interpersonal berhubungan dengan perilaku kesehatan klien ; King menjelaskan issue - issue ini dalam A Theory For Nursing (1981).

2.3.4 Model Komunikasi Kesehatan
Model hubungan komunikasi dan kesehatan kami gambarkan " previous section" yang memberikan fondasi (dasar ) untuk membentuk komunikasi kesehatan . Model pada Figur 1-10 mengilustrasikan komunikasi kesehatan seperti konsep yang kami tunjukkan . Komunikasi kesehatan memberikan spesifikasi terhadap transaksi antar semua partisipan dalam perawatan kesehatan tentang issue kesehatan .Fokus utama komunikasi kesehatan terjadi dalam bermacam - macam hubungan saat terjadi perawatan kesehatan . Perbedaannya , model komunikasi kesehatan meletakkan sistem yang lebih luas daripada komunikasi , dan ini menekankan cara dimana serangkaian faktor dapat mempengaruhi interaksi dalam lingkungan perawatan kesehatan. Model komunikasi kesehatan pada Figur 1-10 mengilustrasikan 3 faktor mayor dari proses komunikasi kesehatan , yaitu : relationship, transaksi,dan konteks.


Relationship
Dari perspektif sistem , model komunikasi kesehatan menggambarkan 4 type mayor dari relationship yang exis dalam lingkungan perawatan kesehatan : profesional- profesional, profesional-klien, profesional-other, klien-other. Aturan mainnya , bila individu diikutsertakan dalam komunikasi kesehatan , dia terlibat dalam satu dari 4 type hubungan. Model ini juga mengindikasikan hubungan interpersonal dapat mempengaruhi type hubungan dalam lingkungan perawatan kesehatan. Sebagai contoh, bagaimana komunikasi profesional kesehatan dengan setiap orang dapat berefek pada interaksi profesional kesehatan dengan pasien. Sama halnya , bagaimana klien bereaksi dengan anggota - anggota dari jaringan sosialnya akan mempengaruhi interaksi antara klien dengan profesional kesehatan.

Dalam model ini batasan profesional kesehatan adalah digunakan untuk mengidentifikasi beberapa individu yang berpendidikan, dilatih dan berpengalaman untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk orang lain. Profesional kesehatan, termasuk didalamnya perawat, administrasi kesehatan , pekerja sosial, dokter, buruh kesehatan, ahli terapi okupasi dan fisik, farmakolog,pendeta, personel kesling, kesehatan jiwa , teknisi , dan spesialis lainnya . Setiap profesional kesehatan membawa karakteristik unik, kepercayaan, nilai, dan persepsi terhadap lingkungan perawatan kesehatan ,yang akan berpengaruh terhadap bagaimana dia berinteraksi dengan klien dan anggota tim kesehatan . Sebagai contoh,, usia, latarbelakang sosiokultural, dan pengalaman yang dilalui dari profesional kesehatan akan berpengaruh/ mempengaruhi cara dalam merespon kepada klien dan mitra kerja.

Klien adalah individu yang diberikan layanan kesehatan . Pada kondisi "acut setting care" perilaku pasien tidak selalu menunjukkan sebagai pasien. Dalam lingkungan kesehatan lain, individu yang menerima pelayanan menunjukkan sebagai klien. Pada model komunikasi kesehatan, batasan klien digunakan untuk menunjukkan seseorang yang menjadi fokus pelayanan perawatan kesehatan yang "are being provided" .Batasan meliputi karakteristik khusus, nilai dan kepercayaan yang dibawa individu ke lingkungan perawatan kesehatan. Sepantasnya karakteristik personel sebagai profesional kesehatan mempengaruhi interaksinya. Karakteristik unik dari klien mempengaruhi interaksi klien dengan yang lainnya.

Jaringan sosial klien termasuk set ke-tiga dari sifat individu yang berpartisipasi dalam komunikasi kesehatan . Client's significant others telah ditemukan sebagai hal yang paling essensial dalam mendorong klien seperti yang mereka sampaikan untuk menjaga kesehatan .



Comm. Variables

Lifespan Health transactions


Comm. Variables



Figur 1-10. Health communication model.

Transaksi
Transaksi adalah elemen mayor ke-dua dalam model komunikasi kesehatan. Transaksi merupakan suatu interaksi antara partisipan yang terlibat.Transaksi ini melibatkan individu tentang informasi yang mencakup verbal dan non verbal. Transaksi kesehatan merupakan bentuk kesepakatan bagaimana klien itu mencari dan mempertahankan kesehatannya sepanjang hidup.

Transaksi kesehatan merupakan suatu proses yang berkesinambungan ,dinamis dan bukan suatu yang statis, dimana terdapat feed back yang continue yang partisipan mampu untuk menempatkan diri dalam berkomunikasi.

Konteks
Elemen ke-tiga model komunikasi kesehatan adalah konteks, yaitu setting / tempat dimana proses terjadiyang punya pengaruh besar dalam komunikasi antara health professional - client - anggota keluarga dan orang lain yang terlibat dalam konteks. Salah satu unsur konteks adalah tempat dimana perawatan kesehatan dilaksanakan ,seperti : rumah sakit, klinik, ruang rawat jalan, atau ruang intensive yang mempengaruhi pola komunikasi didalamnya. Unsur yang lain adalah jumlah partisipan yang terlibat dalam komunikasi (lingkungan perawatan ) misalnya dalam bentuk group kecil atau interaksi antar individu atau kelompok besar. Jumlah partisipan yang ada mempengaruhi situasi yang ada di dalamnya .

3. PEMBAHASAN

Dari berbagai macam model komunikasi , yang sesuai untuk diterapkan pada klien anak usia sekolah adalah model komunikasi kesehatan (Health Communication Model) karena pada model ini penekanan pada proses relationship terdapat empat tipe relationship yang ada ,yaitu hubungan antara: professional - professional, profesional - client , professional - significant others , dan client - significant others.

Sesuai dengan teori perkembangan Jean Peaget, pada fase ini anak dapat mengetahui konsep baru ( merasakan sakit) tetapi belum dapat berpikir tentang hal-hal yang abstrak sehingga untuk mencapai proses perawatan diperlukan significant othes / keluarga / teman untuk membantu profesional kesehatan mengekspresikan hal abstrak yang dirasakan oleh klien.

Sedangkan menurut teori Erickson, pada fase ini anak belajar untuk dilibatkan dalam aktifitas dan berusaha untuk menyelesaikan tugasnya, mulai belajar aturan - aturan baru melalui proses belajar dan berhubungan dengan orang lain sehingga mendukung profesional kesehatan untuk melakukan tindakan - tindakan keperawatan pada klien.

Konteks adalah tempat / situasi dimana pelayanan kesehatan diberikan berdasarkan : tempat / ruang, jenis pelayanan, dan jumlah personel, hal ini berkaitan dengan peran significant others (keluarga, teman dll.) dan profesional kesehatan untuk menyiapkan lingkungan yang terapeutik bagi kesembuhan klien. Hal ini berkaitan dengan proses tumbang yang diungkapkan oleh Erickson yakni anak sudah mulai berpikir logis dan terarah ,dapat memilih , menggolongkan , mengorganisasikan fakta, disamping itu mampu berpikir dari sudut pandang orang lain sedangkan jumlah partisipan yang terlibatdalam komunikasi ( group kecil / interaksi antar individu ) akan membantu klien untuk mengekspresikan tentang perasaan .

Transaksi, kesepakatan interaksi antar partisipan didalam proses komunikasi meliputi verbal , nonverbal yang terjadi secara kontinyu , ini menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya bersifat satu arah dan terdapat umpan balik, ini terkait dengan teori Erickson dimana anak siap menjadi pekerja dan ingin dilibatkan dalam aktifitas.

4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
4.1.1 Komunikasi terapeutik sangat penting diterapkan pada anak usia sekolah,dengan demikian perawat dapat membina hubungan saling percaya pada anak dan anak dapat mengekspresikan perasaannya .
4.1.2 Komunikasi teraputik mempunyai tujuan, unsur-unsur, prinsip,
teknik-teknik dan hambatan yang perlu diketahui dan disadari sehingga memudahkan dalam penerapan.
4.1.3 Dari model konsep komunikasi yang ada adalah model komunikasi
kesehatan yang dapat digunakan dalam berinteraksi dengan pasien anak usia sekolah.
4.2 Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi perawat terutama perawat yang bekerja pada ruang perawatan anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan memahami isi makalah ini sehinga menjadi bekalkan bila berinteraksi dengan anak usia sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Kesehatan Anak dalam Kontek Keluarga, pusdiknakes Depkes RI , Jakarta (1993).

Hubungan Terapeutik Perawat - Klien , Budiana Keliat ,S.Kp.

Health Communication Strategies for Health Professional, Laurel L. Northouse third edition, application &lange 1998.


Pengertian

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.

Proses Terjadinya Masalah

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang diriya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995). Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir namun dipelajari.

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.

Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.

Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :

1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika kejadian yang megancam.

2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi peran :

* Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk penyesuaian diri.
* Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
* Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.

Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:

1. Situasional

* Yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.

2. Kronik

* Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama

Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu di Kaji

1. Masalah keperawatan

* Resiko isolasi sosial: menarik diri.
* Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
* Berduka disfungsional.

2. Data yang perlu dikaji

a. Data subyektif:

* Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

b. Data obyektif:

* Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.

Intervensi Keperawatan

1. Tujuan umum :

* Sesuai masalah (problem).

2. Tujuan khusus :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

Tindakan :

* Bina hubungan saling percaya : Salam terapeutik, Perkenalan diri, Jelaskan tujuan inteniksi, Ciptakan lingkungan yang tenang, Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan).
* Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
* Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
* Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan :

* Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
* Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis.
* Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :

* Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
* Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.

d. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Tindakan :

* Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
* Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
* Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan.

Tindakan :

* Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
* Beri pujian atas keberhasilan
* Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan:

* Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
* Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
* Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
* Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Daftar Pustaka

1. Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition. Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
2. Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
3. Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
4. Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
5. Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
6. Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC


Dokumentasi keperawaratan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Potter dan Perry, 1984).
Dokumentasi keperawatan adalah pengumpulan, penyimpanan dan desiminasi informasi guna mempertahankan sejumlah fakta yang penting secara terus menerus pada suatu waktu terhadap sejumlah kejadian (F.T Fisch Bach, 1991).
Keperawatan kesehatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontribusikan pada fungsi yang terintegrasi.
Pasien atau sistem klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas ( Stuart Sundeen, 1995).
Keperawatan kesehatan mental dan psikiatri adalah suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (ANA, 1995).
Faktor-faktoir yang dapat mempengaruhi ada yang datang dari dalam sendiri perawat (intrinsik) dan ada yang datang dari luar diri (ektrinsik).
Faktor instrinsik dapat berupa ; motivasi, pengetahuan dan kebutuhan. Motivasi atau dorongan merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang harus terpuaskan (Heri Purwanto, 1999).

Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisik, memperlihatkan gejala yang berbeda dan muncul oleh berbagai penyebab. Proses keperawatan merupakan sarana/wahana kerjasama perawat dengan klien, yang umumnya pada tahap awal peran perawat lebih besar dari pada peran klien, namun pada proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar daripada peran perawat, sehingga kemandirian klien dapat dicapai (Keliat, 1998).
Manfaat proses keperawatan dapat disimpulkan sebagai berikut:

Manfaat bagi perawat:
Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan.
Tersedianya pola pikir/kerja yang logis, ilmiah, sistematis dan terorganisasi.
Pendokumentasian dalam proses keperawatan memperlihatkan perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
Peningkatan kepuasan kerja.
Sarana/wahana desiminasi IPTEK keperawatan.
Pengembangan karier, melalui pola pikir penelitian

Manfaat bagi klien:
Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Terhindar dari malpraktik.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sundeen 1995, dikutip : Keliat, 1998).

Cara lain dapat berfokus pada lima dimensi yaitu Fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar mudah dalam pengkajian.

Adapun isi pengkajian meliputi : Identitas klien, keluhan utama/alasan masuk, faktor predisposisi, aspek pisik/biologis, aspek psikologis, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan aspek medik.

Data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu data obyektif dan data subyektif. Selanjutnya perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien, sebagai berikut :

1) Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan :
Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, klien hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan follow up secara periodik karena tidak ada masalah serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa prevensi dan promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah

2) Ada masalah dengan kemungkinan :

Risiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah.
Aktual terjadi masalah disertai data pendukung. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasid, 1993 dan INJF, 1996, dikutip : Keliat, 1998).

Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah yaitu : penyebab (causa) masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki klien. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek/akibat dari masalah utama.

B. Diagnosa Keperawatan
Pengertian diagnosa keperawatan yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
- Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian (Gabie, dikutip oleh Carpenito, 1993).
- Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya, (Gordon, dikutip oleh Carpenito, 1983)
- Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan (Carpenito, 1995)
- Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap respon klien baik aktual maupun potensial. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan PE (Problem, Etiologi) keduanya ada hubungan sebab akibat dan rumusan PES (Problem, Etiologi, Simptom atau gejala sebagai data penunjang).
Adapun tipe-tipe diagnosanya yaitu : Diagnosa aktual, diagnosa resiko tinggi, diagnosa mungkin dan masalah kolaboratif.

C. Rencana Tindakan
Keperawatan Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum memfokuskan kepada penyelesaian masalah (P) dari diagnosa tertentu, tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah dicapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosa tertantu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki klien.

Umumnya kemampuan pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat selesai dan kemampuan afektif agar klien precaya akan kemampuan menyelesaikan masalah. Kata kerja yang digunakan untuk menuliskan tujuan ini harus berfokus pada perilaku. Tabel kata kerja untuk tujuan:

D. Implementasi
Tindakan Keperawatan Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu menvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat ini (here and now).

Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikel, sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien. Lakukan kontrak dengan klien yang diharapkan. Dokumentasikan semua tindakan yang dikerjakan dan respon klien.

E. Evaluasi Tindakan Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respoons klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan tujuan umum yang telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir:
S = Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O = Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A = Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif atau muncul untuk menyimpulkan apakah masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P = Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

Rencana tindak lanjut dapat berupa :
Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.
Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.
Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan.
Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.

Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat melihat perubahan dan berupaya mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self reinforcement.

PETUNJUK TEKNIK PENGISIAN LEMBAR DOKUMENTASI YANG MENGACU PADA MODEL PIE

1. Lembar dokumentasi asuhan keperawatan :
a. Pengisian nama, umur, jenis kelamin, dan tanggal, no register. b. Tiap lembar data diisi problem intervensi dan evaluasi

2. Pada kolom problem ditambahkan data subyektif dan obyektif.

3. Pada kolom intervensi, intervensi langsung terhadap penyelesaian masalah dengan intervensi dan no masalah klien yang relevan dicatat yang dibuat oleh PP.

4. Pada kolom evaluasi dicatat keadaan klien sebagai pengaruh dari intervensi yang
diidentifikasi dengan tanda “E” ( Evaluasi ) dan no masalah, berisi 6 jam, shift jaga (
pagi, sore, malam ) dan paraf perawat.

5. Setiap masalah yang diidentifikasi dievaluasi minimal setiap 8 jam ( setiap pergantian shift.

PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat.

I. Identitas
1. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan Klien tentang : nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
2. Usia dan No RM Lihat RM
3. Mahasiswa menuliskan sumber data yang didapat.

II. Alasan Masuk Tanyakan kepada klien / keluarga:
1. Apa yang menyebabkan klien / keluarga datang ke Rumah Sakit saat ini ?
2. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga mengatasi masalah ini ?
3. Bagaimana hasilnya ?

III. Faktor Predisposisi
1. Tanyakan kepada Klien / keluarga apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, bila ya beri tanda " V " pada kotak " ya " dan bila tidak beri tanda " V " pada kotak " tidak ".
2. Apabila pada poin 1 " ya " maka tanyakan bagaimana hasil pengobatan sebelumnya apabila dia dapat beradaptasi di masyarakat tanpa gejala - gejala gangguan jiwa maka beri tanda " V " pada kotak " berhasil " apabila dia dapat beradaptasi tapi masih ada gejala - gejala sisa maka beri tanda " V " pada kotak " kurang berhasil " apabila tidah ada kemajuan atau gejala - gejala bertambah atau menetap maka beri tanda " V " pada kotak " tidak berhasil ".
3. Tanyakan pada klien apakah klien pernah melakukan dan atau mengalami dan atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, beri tanda " V " sesuai dengan penjelasan klien / keluarga apakah klien sebagai pelaku dan atau korban, dan atau saksi, maka beri tanda " V " pada kotak pertama, isi usia saat kejadian pada kotak ke dua. Jika klien pernah sebagai pelaku dan korban dan saksi ( 2 atau lebih ) tuliskan pada penjelasan. a. Beri penjelasan secara singkat dan jelas tentang kejadian yang dialami klien terkait No. 1,2,3. b. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.
4. Tanyakan kepada klien / keluarga apakah ada anggota keluarga Iainnya yang mengalami gangguan jiwa, jika ada beri tanda " V " pada kotak " ya " dan jika tidak beri tanda " V " pada kotak " tidak ". Apabila ada anggota keluarga lama yang mengalami gangguan jiwa maka tanyakan bagaimana hubungan klien dengan anggota keluarga tersebut. Tanyakan apa gejala yang dialami serta riwayat pengobatan dan perawatan yang pernah diberikan pada anggota keluarga tersebut.
5. Tanyakan kepada klien/keluarga tentang pengalaman yang tidak menyenangkan (kegagalan, kehilangan/ perpisahan/ kematian, trauma selama tumbuh kembang) Yang pernah dialami klien pada masa lalu.

IV. Fisik Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ;
1. Ukur dan observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan klien.
2. Ukur tinggi badan dan berat badan klien.
3. Tanyakan kepada klien/keluarga, apakah ada keluhan fisik yang dirasakan oleh klien, bila ada beri tanda " V " di kotak " ya " dan bila " tidak " beri tanda " V " pada kotak tidak.
4. Kaji Iebih lanjut sistem dan fungsi organ dan jelaskan sesuai dengan keluhan yang ada.
5. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data yang ada.

V. Psikososial
1. Genogram
a. Buatlah genogram minimal tiga gcncrasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga.
b. Jelaskan masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
c. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

2. Konsep diri
a. Gambaran diri · Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b. Identitas diri, tanyakan tentang · Status dan posisi klien sebelum dirawat. · Kepuasan klien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, keompok). · Kepuasan klien sebagai laki-Iaki/perempuan.
c. Peran: Tanyakan, · Tugas/ peran yang diemban dalam keluarga/kelompok/ masyarakat · Kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/ peran tersebut
d. Ideal diri : Tanyakan, · Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran. · Harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat) · Harapan klien terhadap penyakitnya
e. Harga diri : Tanyakan, · Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi no.2 a, b, c,d. · Penilaian/ penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya. f. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

3. Hubungan sosial
a, Tanyakan pada klien siapa orang yang berarti dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau sokongan.
b. Tanyakan pada klien kelompok apa saja yang diikuti dalarn masyarakat.
c. Tanyakan pada klien sejauh mana ia terlibat dalam kelompok dimasyarakat.
d Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Tanyakan tentang: · Pandangan dan keyakinan, terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang dianut. · Pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.
b. Kegiatan ibadah : Tanyakan: · Kegiatan ibadah dirumah secara individu dan kelompok. · Pendapat klien/ keluarga tentang kegiatan ibadah.
c. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data

VI. Status Mental Beri tanda " V " pada kotak sesuai dengan keadaan klien boleh lebih dari satu
1. Penampilan. Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat / keluarga
a. Penampilan tidak rapih jika dari ujung rambut sampai ujung kaki ada yang tidak rapih. Misalnya : rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat, resleting tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak diganti-ganti.
b. Penggunaan pakaian tidak sesuai misalnya : pakaian dalam, dipakai diluar baju. c. Cara berpakaian tidak seperti biasanya jika. penggunaan pakaian tidak tepat (waktu, tempat, identitas, situasi/ kondisi).
d. Jelaskann hal-hal yang ditampilkan klien dan kondisi lain yang tidak tercantum. e. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

2. Pembicaraan
a. Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis dan atau lambat
b. Bila pembicaraan berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tak ada kaitannya beri tanda " V " pada kotak inkoheren.
c. Jelaskan hal-hal yang tidak tercantum.
d. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

3. Aktivitas motorik Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat/ keluarga. a. Lesu, tegang, gelisah sudah jelas.
b. Agitasi = gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan,
c. Tik = gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol.
d. Grimasen = gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat Dikontrol klien. e. Tremor = jari- jari yang tampak gemetar ketika klien menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari.
f. Kompulsif = kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan seperti
g. berulang kali mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan dan sebagainya.
h. Jelaskan aktivitas yang ditampilkan klien dan kondisi lain yang tidak tercantum. i. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

4. Alam perasaan.
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat / keluarga.
a. Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan sudah jelas
b. Ketakutan = objek yang ditakuti sudah jelas.
c. Khawatir = objeknya belum jelas.
d. Jelaskan kondisi klien yang tidak tercantum.
e. Masalah keperawatan ditulis sesuai data.

5. Afek
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat/keluarga.
a. Datar = tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
b. menyenangkan atau menyedihkan.
c. Tumpul = hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
d. Labil = emosi yang cepat berubah-ubah.
e. Tidak sesuai = emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan stimulus yang ada.
f. Jelaskan hal-hal yang tidak tercantum.
g. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

6. lnteraksi selama wawancara
Data ini didapatkan melalui hasil wawancara dan observasi perawat dan keluarga
a. Bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung sudah jelas.
b. Kontak mata kurang - tidak mau menatap lawan bicara.
c. Defensif - selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
d. dirinya.
e. Curiga - menunjukan sikap/ perasaan tidak percaya pada orang lain
f. Jelaskan hal-hal yang tidak tercantum.
g. Masalah keperawatan sesuai dengan data.

7. Persepsi.
a. Jenis-jenis halusinasi sudah jelas, kecuali penghidu sama dengan penciuman.
b. Jelaskan isi halusinasi, frekuensi, gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi.
c. Masalah keperawatan sesuai dengan data

8. Proses pikir
Data diperoleh dari observasi dan saat wawancara
a. Sirkumstansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
b. Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan.
c. Kehilangan asosiasi : pembicaraan tak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalitnat lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
d. Flight of ideas : pembicaraan.yang meloncat dari satu topik ke topik lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
e. Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
f. Perseverasi : pembicaraan yang diulang berkali-kali.
g. Jelaskan apa yang dikatakan oleh klien pada saat wawancara.
h. Masalah keperawatan sesuai dengan data.

9. lsi pikir.
Data didapatkan melalui wawancara.
a. Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha menghilangkannya.
b. Phobia : ketakutan yang phatologis/ tidak logis terhadap objek/ situasi tertentu.
c. Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada.
d. Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang atau lingkungan.
e. Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya.
f. Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil/ diluar kemampuannya.
g. Waham. · Agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan secara berulang tetapt tidak sesuai dengan kenyataan. · Somatik : klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya dan dikatakan secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan. · Kebesaran : klien mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan. · Curiga : klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan. · Nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/ meninggal yang dinyatakan secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan. Waham yang bizar · Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang disisipkan didalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan. · siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan. · Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.
h. Jelaskan apa yang dikatakan oleh klien pada saat wawancara.
i. Masalah keperawatan sesuai dengan data.

10. Tingkat kesadaran
Data tentang bingung dan sedasi diperoleh melalui wawancara dan observasi, stupor diperoleh melalui observasi, orientasi klien (waktu, tempat, orang) diperoleh melalui wawancara
a. Bingung . tampak bingung dan kacau.
b. Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar/ tidak sadar.
c. Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gcrakan-gerakan yang diulang, anggota tubuh klien dapat dikatakan dalam sikap canggung dan dipertahankan klien, tapi klien mengerti semua yang terjadi dilingkungan.
d. Orientasi waktu, tempat, orang jelas
e. Jelaskan data objektif dan subjektif yang terkait hal-hal diatas.
f. Masalah keperawatan sesuai dengan data.
g. Jelaskan apa yang dikatakan oleh klien pada saat wawancara

11. Memori.
Data diperoleh melalui wawancara
a. Gangguan daya ingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan
b. Gangguan daya ingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi dalam minggu terakhir.
c. Gangguan daya ingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
d. Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya.
e. Jelaskan sesuai dengan data terkait.
f. Masalah keperawatan sesuai dengan data

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Data diperoleh melalui wawancara
a. Mudah dialihkan : perhatian klien mudah berganti dari satu objek ke objek lain.
b. Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan diulang/ tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
c. Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan penambahan/ pengurangan pada benda-benda nyata.
d. Jelaskan sesuai dengan data terkait.
e. Masalah keperawatan sesuai data.

13. Kemampuan penilaian
a. Gangguan kemampuan penilaian ringan: dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain. Contoh : berikan kesempatan pada klien untuk memilih mandi dulu sebelum makan atau makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan, klien dapat mengambil keputusan.
b. Gangguan kemampuan penilaian bermakna : tidak mampu mengambil keputusan walaupun dibantu orang lain. Contoh : berikan kesempatan pada klien untuk memilih mandi dulu sebelum makan atau makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan klien masih tidak mampu mengambil keputusan.
c. Jelaskan sesuai dengan data terkait.
d. Masalah keperawatan sesuai dengan data.

14. Daya tilik diri
Data diperoleh melalui wawancara
a. Mengingkari penyakit yang diderita : tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu pertolongan
b. Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini. c. Jelaskan dengan data terkait.
d. Masalah keperawatan sesuai dengan data

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
a. Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, jumlah, variasi, macam (suka/ tidak suka/ pantang) dan cara makan.
b. Observasi kemampuan klien dalam menyiapkan dan membersihkan alat makan.

2. BAB/BAK, Observasi kemampuan klien untuk BAB / BAK. - Pergi, menggunakan dan membersihkan WC - Membersihkan diri dan merapikan pakaian
3. Mandi
a. Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, cukur (kumis, jenggot dan rambut)
b. Observasi kebersihan tubuh dan bau badan.

4. Berpakaian
a. Observasi kemampuan klien dalam mengambil, memilih dan mengenakan pakaian dan alas kaki.
b. Observasi penampilan dandanan klien.
c. Tanyakan dan observasi frekuensi ganti pakaian.
d. Nilai kemampuan yang harus dimiliki klien: mengambil, memilih dan mengenakan pakaian.

5. lstirahat dan tidur Observasi dan tanyakan tentang: - Lama dan waktu tidur siang / tidur malam - Persiapan sebelum tidur seperti: menyikat gigi, cuci kaki dan berdoa. - Kegiatan sesudah tidur, seperti: merapikan tempat tidur, mandi/ cuci muka dan menyikat gigi.
6. Penggunaan obat Observasi dan tanyakan kepada klien dan keluarga tentang: - Penggunaan obat: frekuensi, jenis, dosis, waktu dan cara. - Reaksi obat.
7. Pemeliharaan kesehatan Tanyakan kepada klien dan keluarga tentang: - Apa, bagaimana, kapan dan kemana, perawatan dan pengobatan lanjut. - Siapa saja sistem pendukung yang dimiliki (keluarga, teman, institusi dan lembaga pelayanan kesehatan) dan cara penggunaannya.
8. Kegiatan di dalam rumah Tanyakan kemampuan klien dalam: - Merencanakan, mengolah dan menyajikan makanan - Merapikan rumah (kamar tidur, dapur, menyapu, mengepel). - Mencuci pakaian sendiri - Mengatur kebutuhan biaya sehari-hari
9. Kegiatan di luar rumah Tanyakan kemampuan klien - Belanja untuk keperluan sehari-hari - Dalam melakukan perjalanan mandiri dengan jalan kaki, menggunakan kendaraan pribadi, kendaraan umum) - Kegiatan lain yang dilakukan klien di luar rumah (bayar listrik/ telpon/ air, kantor pos dan bank).

VIII. Mekanisme Koping
Data didapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Beri tanda "V" pada kotak koping yang dimiliki klien, baik adaptif maupun maladaptif.

hits pengunjung

web counter

kotak chat

clocklink

waktu sholat

Diberdayakan oleh Blogger.